Rabu, 27 April 2016

KONSEP DASAR INDERA PENCIUMAN


MAKALAH KELOMPOK III


DISUSUN OLEH :
*Riskah
*Kartina
*Nilawati
*Ayuliana
*Nur alang
*Kartoleksono
*Syarifuddin


STIKES PUANGRIMAGGALATUNG BONE
2013
 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Hidung terdiri dari bagian internal dan eksternal. Bagian eksternal disangga oleh tulang hidung dan kartilago.  Nares anterior (lubang hidung) merupakan ostium sebelah luar dari rongga hidung. Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang disahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit yang sempit yang disebut septum. Masing-masing rongga hidung dibagi menjadi tiga saluran oleh penonjolan turbinasai (juga disebut konkha) dari dinding lateral.
Rongga hidung dilapisi dengan membrean mukosa yang sangat banyak dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir disekresikan secara terus menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan luar mukosa hidung dan bergerak kebelakan ke nasofaring oleh gerakan silia. Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru. Jalan nafas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang di hirup kedalam paru-paru. Hidung bertanggung jawab terhadap olfaktori ( penghidu) karena reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung. Fungsi ini berkurang sejalan dengan pertumbuhan usia.
B.     Rumusan masalah
Dengan memperhatikan nlatar belakang tersebut, agar dalam penulissan ini penulis memperoleh yang diinginkan, makan penulis mengemukakan beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah:
1.      Apakah definisi hidung itu?
2.      Bagaimana anatomi hidung?
3.      Apakah fungsi hidung?
4.      Bagaimana cara merawat hidung?
5.      Apa saja kelainan dan penyakit hidung?
C.     Tujuan
Tujuan Umum
Mengerti cara perawatan hidung padam pasien dan kelainan serta penyakit hidung
Tujuan Khusus :
1.      Untuk mengetahui definisi hidung
2.      Untukl mengetahui anatomi hidung
3.      Untuk mengetahui fungsi hidung
4.      Untuk mengetahui cara memeriksa atau merawat hidung
5.      Untuk mengetahui kelainan dan penyakit hidung


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian hidung
Hidung merupakan organ penciuman dan jalan utama keluar-masuknya udara dari dan       ke      paru-paru.Hidung juga memberikan tambahan resonansi pada suara dan merupakan tempat bermuaranya sinus paranasalis dan saluran air mata.
Hidung bagian atas terdiri dari tulang dan hidung bagian bawah terdiri dari tulang rawan      (kartilago).Di dalam hidung terdapat rongga yang dipisahkan menjadi 2 rongga oleh septum, yang membentang dari lubang hidung sampai ke tenggorokan bagian  belakang.Tulang yang disebut konka nasalis menonjol ke dalam rongga hidung, membentuk sejumlah lipatan.
Lipatan ini menyebabkan bertambah luasnya daerah permukaan yang dilalui udara.
Rongga hidung dilapisi oleh selaput lendir dan pembuluh darah.
Luasnya permukaan dan banyaknya pembuluh darah memungkinkan hidung menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk dengan segera.
Sel-sel pada selaput lendir menghasilkan lendir dan memiliki tonjolan-tonjolan kecil     seperti  rambut      (silia).Biasanya kotoran yang masuk ke hidung ditangkap oleh lendir, lalu disapu oleh silia ke arah lobang hidung atau ke tenggorokan. Cara ini membantu membersihkan udara sebelum masuk ke dalam paru-paru.Bersin secara otomatis membersihkan saluran hidung sebagai respon terhadap iritasi,      sedangkan       batuk   membersihkan paru-paru.Sel-selpenghidu terdapat di            rongga hidung       bagian  atas.Sel-sel ini memiliki silia yang mengarah ke bawah (ke rongga hidung) dan serat saraf yang mengarah ke atas (ke bulbus olfaktorius, yang merupakan penonjolan pada setiap saraf olfaktorius/saraf penghidu).Saraf olfaktorius langsung mengarah ke otak.
B.     Anatomi hidung
 



Rongga hidung mempunyai tiga lapisan yang dipisahkan oleh tulang. Rongga atas berisi ujung-ujung cabang saraf cranial, yaitu saraf olfaktori (saraf pembau).Hidung terlindung dari lapisan tulang rawan dan bagian rongga dalam mengandung sel-sel epitel yang berfungsi untuk menerima rangsang kimia. Bagian tersebut dilengkapi lendir dan rambut-rambut pembau. Hidung merupakan salah satu dari panca indra yang berfungsi sebagai indra pembau. Indra pembau berupa kemoreseptor yang terdapat di permukaan dalam hidung, yaitu pada lapisan lendir bagian atas. Reseptor pencium tidak bergerombol seperti tunas pengecap.Epitelium pembau mengandung 20 juta sel-sel olfaktori yang khusus dengan akson-akson yang tegak sebagai serabut-serabut saraf pembau. Di akhir setiap sel pembau pada permukaan epitelium mengandung beberapa rambut-rambut pembau yang bereaksi terhadap bahan kimia bau-bauan di udara.
Bulu hidung di dalam kaviti hidung menapis debu dan mikroorganisma dari udara yang masuk dan lapisan mukus yang memerangkapnya. Bekalan darah yang banyak ke membran mukus membantu mengawal udara yang masuk menjadi hampir sama dengan suhu badan di samping melembabkannya. Selain itu hidung juga berfungsi sebagai organ untuk membau kerana reseptor bau terletak di mukosa bahagian atas hidung. Hidung juga membantu menghasilkan dengungan (fonasi).
C.     Perawatan hidung
Klien biasanya mengangkat sekresi hidung secara lembut dengan membersihkan ke dalam dengan tisu lembut. Hal ini menjadi hygiene harian yang diperlukan. Perawat mencegah klien jangan mengeluarkan kotoran dengan kasar karena mengakibatkan tekanan yang dapat menciderai mukosa hidung, dan bahkan struktur mata yang sensitif. Perdarahan hidung adalah tanda kunci dari pengeluaran yang kasar,iritasi mukosa ,atau kekeringan.
Jika klien tidak dapat membuang sekresi nasal, perawat membantu dengan menggunakan waslap basah atau aplikator kapas bertangkai yang dilembabkan dalam air. Aplikator seharusnya jangan dimasukkan melebihi panjang ujung kapas. Sekresi nasal yang berlebihan dapat juga dibuang dengan pengisap.Jika klien menggunakan selang makan atau suksion dimsukkan ke dalam melalui hidung maka perawat harus mengganti plester yang mengikat selang minimal sekali sehari. Jika plester lembab karena sekresi nasal,kulit dan mukosa dapat dengan mudah maserasi. Gerakan keatas dan kebawah dari selang menyebabkan cedera jaringan. Perawat harus mengetahui bagaimana melekatkan selang dengan tepat untuk meminimalkan tegangan atau friksi pada lubang hidung. Jika cidera jaringan terjadi, maka perlu melepas selang dan memasukkan selang pada lubang hidung yang lain. Perawat harus selalu membersihkan lubang hidung dengan teliti disekitar selang karena ditempat tersebut terdapat sekresi yang menggumpal.




D.    Fungsi hidung
1.      Membentuk muka
2.      Memanaskan dan melembabkan udara yang diinspirasi melalui hidung, oleh karena konka kaya akan pembuluh darah.
3.      Oleh karena banyak banyak kelenjar di selaput lendir hidung, udara pernapasan basah.
4.      Kuman dan debu ditangkap oleh bulu, di dorong oleh silia atau dibinasakan oleh hormon lisosom yang diproduksi oleh mukosa (selaput lendir) hidung.
5.      Mencium bau
6.      Untuk bernapas
7.      Resonasi suara, bila hidung tersumbat suara akan sengau
8.      Menampung alira ingus dar sinus paranasal dan saluran air mata
9.      Benda asing berukuran kecil yang masuk ke dalam hidung akan dikeluarkan dengan bersin.
E.     Cara memeriksa hidung
Pasien duduk di depan pemeriksa di kursi yang dapat digerakkan ke kiri dan kanan. Pada pemeriksaan yang bekerja dengan tangan kanan (tidak kidal), spekulum hidung dipegang dengan tangan kiri untuk membuka rongga hidung,guna melihat keaadan hidung. Hidung harus diperhatikan dengan seksama dari atas sampai kebawah,dengan menggerakkan kepala pasien. Dengan tangan kanan dapat dilakukan tindakan,seperti mengambil benda asing atau mengambil sekret untuk melihat keaadan bagian lain hidung, maka dimasukkan kapas yang ditambah dengan adrenalin serta pantokain 2% (atau xilokain 2%) ke dalam rongga hidung untuk 3-5 menit. Sebelum kapas itu diteteskan obat, kapas digulung, kemudian dibakar sedikit, untuk mensterilkannya setelah itu diteteskan adrenalin dan xilokain. Setelah kapas dikelurkan lagi, biasanya rongga hidung akan luas, sehingga kita dapat memeriksa bagian hidung dengan baik. Bila tampak sekret keluar dari metaus medius, yang berarti dari sinus sekitar hidung, dapat diisap keluar dengan alat penghisap.
F.      Gejala Kelainan Hidung
1.      Sumbatan hidung. Hidung tersumbat, mungkin sebelah hidung, atau kedua hidung tersumbat terus menerus atu bergantian. Sumbatan itu dapat disebabkan oleh septum yang tidak lurus, pembesaran konka, benda asing, polip atau tumor.
2.      Ingus di hidung. Ingus bisa encer, atau kental, bernanah dan kadang-kadang berbau.
3.      Suara sengau (bindeng), oleh karena hidung tersumbat.
4.      Sering bersin
5.      Nyeri di hidung. Bila ada infeksi atau tumor


6.      Hidung berdarah (epistaksis)
7.      Hilang penciuman (anosmia)
8.      Bernapas melalui mulut, karena hidung tersumbat

                        Proses Indera Penciuman Manusia

Di dalam rongga hidung terdapat selaput lendir yang mengandung sel- sel pembau. Pada sel-sel pembau terdapat ujung-ujung saraf pembau atau saraf kranial (nervus alfaktorius), yang selanjutnya akan bergabung membentuk serabut-serabut saraf pembau untuk menjalin dengan serabut-serabut otak (bulbus olfaktorius). Zat-zat kimia tertentu berupa gas atau uap masuk bersama udara inspirasi mencapai reseptor  pembau.
Zat ini dapat larut dalam lendir hidung, sehingga terjadi pengikatan zat dengan protein membran pada dendrit. Kemudian timbul impuls yang menjalar ke akson-akson. Beribu-ribu akson bergabung menjadi suatu bundel yang disebut saraf I otak (olfaktori). Saraf otak ke I ini menembus lamina cribosa tulang ethmoid masuk ke rongga hidung kemudian bersinaps dengan neuron-neuron tractus olfactorius dan impuls dijalarkan ke daerah pembau primer pada korteks otak untuk diinterpretasikan.







KONSEP MEDIS POLIP HIDUNG

A.    Anatomi fisiologi
Menurut Drs.H.Syaifuddin hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama,mempunyai dua lubang (kavum nasi),dipisahkan oleh sekat hidung(septum nasi).Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara ,debu dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.Bagian-bagian dari hidung adalah sebagai berikut:
1.      Bagian luar dinding terdiri dari kulit.
2.      Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan.
3.      Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis),yang berjumlah 3 buah:
a.        Konka nasalis inferior (karang hidung bagian bawah)
b.      Konka nasalis media (karang hidung bagian tengah)
c.       Konka nasalis superior (karang hidung bagian atas)
Di antara konka ini terdapat 3 buah lekukan meatus yaitu:
1)      Meatus superior (lekukan bagian atas)
2)      Meatus medialis (lekukan bagian tengah)
3)      Meatus inferior (lekukan bagian bawah).
Meatus-meatus inilah yang dilewati oleh udara pernafasan ,sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan tekak,lubang ini di sebut kaona.
         Fungsi dari hidung yaitu sebagai berikut:
1.      Bekerja sebagai saluran udara pernafasan.
2.      Sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung.
3.      Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa.
4.      Membunuh kuman yang masuk ,bersama udara pernafasan oleh  leukosit yang terdapat dalam selapu lendir (mukosa) atau hidung. (Drs.H.Syaifuddin,2006)

B.     Definisi
1.      Definisi Hidung menurut Syaifuddin
Hidung adalah saluran udara yang pertama mempunyai dua lubang (kavum nasi),dipisahkan oleh sekat hidung(septum nasi) (Syaifuddin,2006).
2.       Definisi Polip menurut Subhan
Polip adalah masa lunak,berwarna putih atau keabu-abuan (Subhan, S.Kep.,2003).


3.      Definisi polip hidung Subhan
Polip adalah masa lunak,berwarna putih atau keabu-abuan (Subhan, S.Kep.,2003).
C.    ETIOLOGI
1.      Faktor Herediter,Seperti :Rhinitis alergika,Asma serta Sinusitis kronis
2.      Faktor Non Herediter ,Seperti karena: peradangan mukosa hidung , edema, iritasi,reaksi hipersensitifitas.
D.    KLASIFIKASI POLIP
Menurut Subhan Polip hidung terbagi menjadi 2 jenis yaitu:
1.      Polip hidung tunggal adalah jumlah polipnya hanya satu, berasal dari sel-sel permukaan dinding sinus tulang pipi.
2.      Polip hidung Multiple adalah jumlah polip lebih dari satu berasal dari permukaan dinding rongga tulang hidung bagian atas (etmoid).
E.     MANIFESTASI KLINIS
1.      Ingusan
2.       Hidung tersumbat terus menerus
3.      Hilang atau berkurangnya indera penciuman
4.      Nyeri kepala
5.      Mengorok
6.      Suara bindeng
F.     FATOFISIOLOGI
Polip berasal dari pembengkakan mukosa hidung yang terdiri atas cairan interseluler dan kemudian terdorong ke dalam rongga hidung dan gaya berat. Polip dapat timbul dari bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan seringkali bilateral. Polip hidung paling sering berasal dari sinus maksila (antrum) dapat keluar melalui ostium sinus maksilla dan masuk ke ronga hidung dan membesar di koana dan nasopharing. Polip ini disebut polip koana.Secara makroskopik polip terlihat sebagai massa yang lunak berwarna putih atau keabu-abuan. Sedangkan secara mikroskopik tampak submukosa hipertropi dan sembab. Sel tidak bertambah banyak dan terutama terdiri dari sel eosinofil, limfosit dan sel plasma sedangkan letaknya berjauhan dipisahkan oleh cairan interseluler. Pembuluh darah, syaraf dan kelenjar sangat sedikit dalam polip dan dilapisi oleh epitel throrak berlapis semu.

G.    POHON MASALAH
Faktor Non Herediter
Proses Infeksi/ Inflamasi
Pelepasan medioator kimiawi bradikinin dan histamin
Nyeri waktu menelan
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
Gangguan mekanisme umpan balik / keinginan makan
Penurunan berat badan
Ketidakseimbangan saraf vasomotor
Gangguan bersihan jalan nafas tidak efektif
Faktor Herediter
Gen
Kelainan pada kromosom dan autosom yang mungkin menurun
Proses autoimun
Penyakit Rhinitis alergika
Polip HIdung
Peningkatan permeabilitas kapiler
Gangguan regulasi vaskuler yang menyebabkan dilepasnya sitokin-sitokin dari sel mast
Mukosa yang sembab
Gangguan pernafasan/ Dipnea
Edema
Peradangan mukosa hidung

H.    INSIDEN DI DUNIA
Di Amerika insiden polip nasi pada anak adalah 0,1%, namun insiden ini meningkat pada anak-anak dengan fibrosis kistik yaitu 6-48%. Insiden pada orang dewasa adalah 1-4% dengan rentang 0,2-28%. Insiden di seluruh dunia tidak jauh berbeda dengan insiden di Amerika Polip nasi terjadi pada semua ras dan kelas ekonomi. Walaupun ratio pried an wanita pada dewasa 2-4: 1, ratio pada anak – anak tidak dilaporkan. Dilaporkan prevalensinya sebanding dengan pasien dengan asma.Angka mortalitas polip nasi tidaklah signifikan, namun polip nasi dihubungkan dengan turunnya kualitas hidup seseorang. Tidak ada perbedaan insiden polip nasi yang nyata diantara bangsa-bangsa di dunia dan diantara jenis kelamin. Polip multipel yang  jinak biasanya timbul setelah usia 20 tahun dan lebih sering pada usia diatas 40 tahun. Polip nasi jarang ditemukan pada anak usia dibawah 10 tahun.

I.       PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada polip adalah:
1.       Endoskopi. Untuk melihat polip yang masih kecil dan belum keluar dari kompleks osteomeatal. Memberikan gambaran yang baik dari polip, khususnya polip berukuran kecil di meatus media. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksan naso-endoskopi. Pada kasus polip koanal juga dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila. Dengan naso-endoskopi dapat juga dilakukan biopsi pada layanan rawat jalan tanpa harus ke meja operasi.
2.      Foto polos rontgen &CT-scan. Untuk mendeteksi sinusitis.
Foto polos sinus paranasal (posisi water, AP, caldwell, dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara dan cairan di dalam sinus, tetapi pemeriksaan ini kurang bermanfaat pada pada kasus polip. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip, atau sumbatan pada komplek osteomeatal. CT scan terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diterapi dengan medikamentosa.
3.      Biopsi. Kita anjurkan jika terdapat massa unilateral pada pasien berusia lanjut, menyerupai keganasan pada penampakan makroskopis dan ada gambaran erosi tulang pada foto polos rontgen.
J.      KOMPLIKASI
1.      Satu buah polip jarang menyebabkan komplikasi,tapi jika dalam ukuran besar atau dalam jumlah banyak dapat mengarah pada akut atau infeksi sinusitis kronis,mengorok dan bahkan sesak nafas saat tidur.
2.      Pada penderita polip yang berukuran besar dan menganggu pernafasan dapat dilakukan tindakan pengangkatan polip dengan operasi Polipektomi dan  Etmoidektomi.
K.    PENATALAKSANAAN
1.      Medis
a.       Bila polip masih kecil dapat diobati secara konservatif dengan kortikosteroid sistemik atau oral ,missalnya prednisone 50 mg/hari atau deksametason selama 10 hari kemudian diturunkan perlahan.
b.      Secara local dapat disuntikan ke dalam polip,misalnya triasinolon asetenoid atau prednisolon 0,5 ml tiap 5-7 hari sekali sampai hilang.
c.       Dapat memaki obat secara topical sebagai semprot hidung misalnya beklometason dipropinoat.
d.      Tindakan operasi diambil jika polip tidak bisa diobati dan terus membesar serta menganggu jalannya pernafasan yaitu operasi polipektomi atau juga bisa operasi etmoidektomi.
2.      Keperawatan
a.       Vocational Rehabilitation
Rehabilitasi yang dilakukan untuk memberikan pendidikan pasca operasi karena akan  ada bekas luka dalam hidung sehingga harus diajari cara membuang ingus yang tidak membuat pasien kesakitan.
b.       Social Rehabilitation
Rehabilitasi yang bertujuan untuk adaptasi awal terhadap perubahan tubuh sebagai bukti dengan partisipasi dalam aktivitas perawatan diri dan interaksi positif dengan orang lain bertujuan untuk tidak menarik diri dari kontak social.








Konsep Asuhan Keperawatan

A.     Pengkajian
1.      Identitas Klien:
2.      Riwayat Keperawatan
o   Keluhan Utama:hidung terasa tersumbat,sering mengeluarkan lendir(pilek sulit berhenti).
o   Riwayat kesehatan dahulu:tidak ada riwayat penyakit jantung,paru,kencing manis,gondok dan penyakit kanker serta penyakit tekanan darah tinggi dan ginjal.
3.       Aktivitas/Istirahat
Gejala:Kelelahan dan kelemahan
Tanda:Penurunan kekuatan,menunjukan kelelahan
4.      Sirkulasi
Gejala:Lelah,pucat dan tidak ada tanda sama sekali
Tanda:Takikardi,disritmia,pucat,diaphoresis dan keringat malam
5.      Integritas Ego
Gejala  Masalah finansial:biaya rumah sakit, pengobatan
Tanda  Berbagai perilaku ,misalnya marah ,menarik diri , pasif
6.      Makanan/Cairan
Gejala:Anoreksi/kehilangan nafsu makan
Adanya penurunan berat badan 10% atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya tanpa dengan usaha diet.
Tanda:-
7.      Nyeri/kenyamanan
Gejala:Nyeri tekan/nyeri pada daerah hidung
Tanda:Fokus pada diri sendiri , perilaku berhati hati
8.      Pernafasan
Gejala:Dipsnea
Tanda:Dipsnea,Takikardi,pernafasan mulut,sianosis,terdapat pembesaran polip.
9.      Istirahat
Selama indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek.
10.  Sensorik
Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus(baik purulen,serous,mukopurulen).

B.     Diagnosa Keperawatan
1.Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan seringnya ingusan
Batasan karakteristik:Dipsnea,kedalaman pernafasan,penggunaan otot aksesori penafasan,sianosis
Tujuan:Pernafasan normal
Kriteria hasil:Bebas Dipsnea,sianosis,kedalaman nafas normal.
2.Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan gangguan mekanisme umpan balik, keinginan makan, rasa dan bau karena adanya polip. Batasan karakteristik: Penurunan nafsu makan,gangguan sensasi penciuman,kurang tertarik pada makanan, penurunan berat badan. Tujuan: Menunjukan peningkatan nafsu makan. Kriteria Hasil: Peningkatan nafsu makan dan tidak ada penurunan berat badab lebih lanjut.
C.    Intervensi
1.      Intervensi diagnosa pertama.

INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri

a.   Kaji/awasi prekuensi pernapasan, kedalaman, irama. Perhatikan laporan  dispnea dan/atau penggunaan otot bantu pernapasan cuping hidung, gangguan pengembangan dada  .
Perubahan (seperti takipnea, dispnea, penggunaan otot aksesori) dapat mengindikasikan berlanjutnya keterlibatan/ pengaruh pernapasan yang membutuhkan upaya intervensi.
b.   Beri posisi dan bantu ubah posisi secara periodik
Meningkatkan aerasi semua segmen paru dan memobilisasikaan sekresi
c.    Anjurkan/bantu dengan tehnik napas dalam dan/atau pernapasan bibiratau
Membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan napas kecil, memberikan
d.  pernapasan diagfragmatik abdomen bila diindikasikan
pasien beberapa kontrol terhadap pernapasan, membantu menurunkan ansietas
e.   Awasi/evaluasi warna kulit, perhatikan pucat, terjadinya sianosis (khususnya pada dasar kulit, daun telinga,dan bibir)
Proliferasi SDP dapat menurunkan kapasitas pembawa oksigen darah, menimbulkan hipoksemia.
f.    Kaji respon pernapasan terhadap aktivitas. Perhatikan keluhan dispnea/lapar udara meningkatkan kelelahan. Jadwalkaan periode istirahat antara aktivitas.
Penurunan oksigen seluler menurunkan toleransi aktivitas. Istirahat menurunkan kebutuhan oksigen dan mencegah kelelahandan dispnea
g.   Identifikasi/dorong tehnik penghematan energi mis : periode istirahat sebelum dan setelah makan, gunakan mandi dengan kursi, duduk sebelum perawatan
Membantu menurunkan kelelahan dan dispnea dan menyimpan energi untuk regenerasi selulerdan fungsi pernapasan

h.   Tingkatkan tirah baring dan berikan perawatan sesuai indikasi selama eksaserbasi akut/panjang
Memburuknya keterlibatan pernapasan/ hipoksia dapat mengindikasikan penghentian aktivitas untuk mencegah pengaruh pernapasan lebih serius
i.     Berikan lingkungan tenang
Meningkatkan relaksasi, penyimpanan energi dan menurunkan kebutuhan oksigen
j.     Observasi distensi vena leher, sakit kepala, pusing, edema periorbital/fasial, dispnea,dan stridor
Pasien non-Hodgkin pada resiko sindrom vena kava superior dan obstruksi jalan napas, menunjukkan kedaruratan onkologis.
Kolaborasi

a. Berikan tambahan oksigen
Memaksimalkan ketersediaan untuk untuk kebutuhan sirkulasi, membantu menurunkan hipoksemia
b.   Awasi pemeriksaan laboratorium, mis : GDA, oksimetri
Mengukur keadekuatan fungsi pernapasan dan keefektifan terapi.
2.      Intervensi diagnosa ke dua.

INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri

a.      a. Pastikan pola diit biasa pasien, yang disukai atau tidak disukai
Membantu klien untuk mengembalikan nafsu makan
b.      Awasi masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik.
Berguna dalam pemenuhan nutrisi dan pengembalian berat badan











BAB III
PENUTUP



A.    Kesimpulan
Hidung merupakan alat indera manusia yang menanggapi rangsang berupa bau atau zat kimia yang berupa gas. Didalam rongga hidung terdapat serabut saraf pembau yang dilengkapi dengan sel-sel pembau. Setiap sel pembau mempunyai rambut-rambut halus (silia olfaktori) di ujungnya dandiliputi oleh selaput lendir yang berfungsi sebagai pelembaba rongga hidung. Epithellium olfactory pada bagian rongga hidung memiliki fungsi dalam penerimaan sensasi bau.Indera penciuman mendeteksi adanya molekul-molekul diudara. Di dalam rongga hidung terdapat olfactory epithelium yang sangat sensitif terhadap molekul-molekul bau, karena pada organ ini ada organ yang berperan sebagai  pendeteksi bau (smell receptors). Reseptor ini jumlahnya sekitar 10 juta.
 Ketika partikel bau tertangkap oleh reseptor, sinyal akan di kirim ke olfactory melalui saraf olfactory. Bagian itulah yang mengirim sinyal keotak dan kemudian di proses oleh otak, bau apakah yang telah tercium oleh hidung kita, apakah itu harumnya bau sate padang atau menyengat nya bau selokan. Selain itu, bau yang tertangkap indra penciuman bisa mengubah suasana jiwa seseorang. Wangi parfum tertentu misalnya, bisa membuat hati seseorang lebih tenang. Indera penciuman juga bisa membuat seseorang teringat sesuatu ketika menangkap harum tertentu. Misalnya saja ia teringat masa lalunya, ketika mencium harum parfum temannya dijalan.

B.     Saran
Saran dari kelompok kami sebaiknya untuk penanganan pada pasien dengan polip hidung harus dilakukan secara tepat. Karena, penatalaksanaan tindakan untuk setiap pasien yang menderita penyakit polip hidung berbeda-beda tergantung dengan tingkat keparahan penyakit polipnya. polip yang masih kecil dapat diobati kortikosteroid baik local maupun sistemik. Tapi, Pada pasien dengan polip yang cukup besar dan persisten baru akan di lakukan tindakan operatif berupa pengangkatan polip (polippectomy). Jadi, untuk penatalaksanaan pada pasien harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi agar penangannya bisa tepat.






DAFTAR PUSTAKA

Sudirman J, 2002, Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan, Kanisius: Yogyakarta
Wahyudi Imam, 2007, Epistemologi Dasar, Lima: Yogyakarta 
Riska Andani Simargolang , Sensasi dan Persepsi: Makalah Psikologi Umum 1, Diposkan pada Rabu 03 Juli 2013, http://12012ras.blogspot.com/2013/07/persepsi-dan-sensasi.html
Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Editor H Nurbaity Iskandar. H Efiaty Arsyad Soepradi. FKUI. Jakarta. 1990

Nurbaiti Iskandar. Ilmu Penyakit THT Untu Perawat. FKUI. Jakarta. 2006

Henny.kartika (2007) Anatomi Hidung dan Sinus Paranasal. WordPress.com. (December 29, 2007) Semarang
Andrianto, Petrus. 1986 .Penyakit Telinga,Hidung Dan Tenggorokan. Jakarta: EGC.

Pracy R dkk. 1989. Pelajaran Singkat Telinga,Hidung Dan Tenggorok. Jakarta: Gramedia.

Subhan. 2006. ASKEP: Pasien dengan Polip Hidung. Surabaya: UNAIR Press.

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC.

Tambayong, Jan. 2001. Anatomi Fisiologi. Jakarta: EGC.
                            www.eMedicine .com- Nasal Polyps  Article by John E McClay GOOD.htm/, (Online) (diakses 26 Maret 2012).





 

1 komentar:

  1. This is the most interesting information and fit obat hidrokel into our topic. bahaya penyakit amandel I want to share it with my friends Obat Amandel Herbal Thankyou for QNC Jelly Gamat

    BalasHapus